Friday, November 9, 2018

Karakteristik Beban Listrik

Dalam dunia kelistrikan, telah dikenal dua jenis beban, yaitu beban linear dan beban nonlinear.

1.        Beban Linear
Beban linear adalah beban yang memberikan bentuk keluaran linear atau sama dengan bentuk masukan, artinya daya yang mengalir sebanding dengan impedansi dan perubahan tegangan. Beban linear terdiri dari tiga macam beban, yaitu beban resistif, beban induktif, dan beban kapasitif.

1.1  Beban Resistif (R)
Beban resistif (R) adalah beban yang terdiri dari komponen tahanan yang memiliki satuan ohm saja (resistansi). Contohnya adalah lampu pijar. Beban jenis ini hanya mengkonsumsi daya aktif saja dan mempunyai faktor daya sama dengan satu.

1.2  Beban Induktif (L)
Beban induktif (L) adalah beban yang terdiri dari kumparan kawat yang dililitkan pada suatu inti, seperti coil, transformator, dan solenoida. Beban ini dapat mengakibatkan pergeseran phasa (phase shift) pada arus sehingga bersifat lagging. Hal ini disebabkan oleh energi yang tersimpan berupa medan magnet sehingga membuat phasa arus bergeser menjadi tertinggal terhadap tegangan. Beban jenis ini menyerap daya aktif dan daya reaktif. Untuk menghitung besarnya rektansi induktif (XL), digunakan rumus :
XL = 2pfL                                                                   
dimana :
XL      =  reaktansi induktif (Ohm)
F       =  frekuensi (Hz)
L       =  induktansi (Henry)

1.3  Beban Kapasitif (C)
Beban kapasitif (C) adalah beban yang memiliki kemampuan kapasitansi atau kemampuan untuk menyimpan energi yang berasal dari pengisian elektrik (electrical discharge) pada suatu rangkaian. Komponen ini dapat menyebabkan arus leading terhadap tegangan. Beban jenis ini menyerap daya aktif dan mengeluarkan daya reaktif. Untuk menghitung besarnya rektansi kapasitif (XC), dapat digunakan rumus:
XC = 1/2pfC  
                                
dimana :
XC    =  reaktansi kapasitif (Ohm)
       =  frekuensi (Hz)
C      =  kapasitansi (Farad)

2.        Beban Non Linier
Beban non linear adalah beban yang keluarannya tidak sebanding dengan tegangan masukan, sehingga arus balik melalui kawat netral tidak sama dengan nol. Contoh beban non linear adalah saklar atau switch yang terbuat dari bahan semikonduktor, inverter, konverter, dan peralatan elektronika lainnya. Beban non linear ini akan menghasilkan harmonisa pada kelipatan bilangan bulat ganjil frekuensi dasar.
Akibat dari fenomena harmonisa adalah timbulnya arus dari harmonisa yang pada umumnya akan menyebabkan panas tambahan, kegagalan isolasi, kegagalan operasi, dan lain-lain. Pada  sistem  distribusi  akan  berpengaruh  pada  kapasitor  bank, transformator distribusi, pemutus tenaga, dan fuse karena peralatan tersebut dialiri arus beban yang mengandung harmonisa. Kini telah ditemukan cara untuk mengurangi harmonisa, yaitu memberikan filter, baik filter pasif, filter aktif atau filter hybrid pada  beban  sumber  harmonik  (beban  non  linear)  tersebut.  Sehingga mengurangi harmonisa sampai  mencapai  batas  toleransi  yang  diizinkan  sehingga  sistem  tenaga  listrik.

Source :
Zuhal, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1995.
W. D. Stevenson, Analisa Sistem Tenaga Listrik, Edisi Keempat, Jakarta: Erlangga, 1983.

Sistem Distribusi Tenaga Listrik


Sistem distribusi tenaga listrik adalah suatu sistem jaringan dalam penyaluran tenaga listrik dari gardu hubung ke pelanggan. Secara garis besar, sistem distribusi dibagi menjadi dua bagian, yaitu distribusi primer dan distribusi sekunder.

2.1.1        A. Distribusi Primer
Distribusi primer yaitu jaringan distribusi tenaga listrik yang memiliki tegangan 20 kV, yaitu berupa penyulang. Jaringan ini dimulai dari sisi sekuder trafo daya yang terdapat pada gardu induk hingga sisi primer pada trafo distribusi. Sistem ini dapat menggunakan saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan.Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer, yaitu radial, loop, spindel, interkoneksi.

1.  Jaringan distribusi radial

Bentuk jaringan ini merupakan bentuk dasar, paling sederhana dan paling banyak digunakan. Catu daya berasal dari satu titik sumber. Karena adanya pencabangan dalam saluran, maka arus beban yang mengalir sepanjang saluran menjadi tidak sama besar. Oleh karena kerapatan arus (beban) pada setiap titik sepanjang saluran ini tidak sama besar, maka luas penampang konduktor pada jaringan bentuk radial ini ukurannya tidak harus sama. Dalam artian saluran utama (yang berada dekat dengan sumber) yang menanggung arus beban besar, ukuran penampangnya relatif besar, dan saluran cabang-cabangnya makin ke ujung dengan arus beban yang lebih kecil, ukurannya lebih kecil pula. Kelebihan dari jaringan bentuk radial ini adalah memiliki bentuk sederhana dan biaya investasinya relatif lebih murah. Sedangkan kekurangan saluran ini adalah penyaluran daya yang tidak terjamin setiap waktunya. Hal ini disebabkan karena antara titik sumber dan titik beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran tersebut mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian sesudah titik gangguan akan mengalami pemadaman.

2.  Jaringan distribusi ring (loop)
Pada jaringan ini, titik beban memiliki dua alternatif saluran yang berasal berasal lebih dari satu sumber. Jaringan ini merupakan jaringan dengan bentuk tertutup. Susunan rangkaian penyulang membentuk ring, yang memungkinkan titik beban dilayani dari dua arah penyulang, sehingga pelayanan daya lebih terjamin.

3.  Jaringan distribusi spindle
Jaringan spindel adalah suatu pola kombinasi jaringan dari pola radial dan ring. Spindel terdiri dari beberapa penyulang (feeder) yang tegangannya diberikan dari gardu induk dan tegangan tersebut berakhir pada sebuah gardu hubung (GH). Pada sebuah spindel biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan sebuah penyulang cadangan (express) yang akan dihubungkan melalui gardu hubung. Penyulang cadangan ini berfungsi bila terjadi  gangguan pada salah satu penyulang aktif.

4.  Saluran radial interkoneksi
Saluran Radial Interkoneksi yaitu terdiri lebih dari satu saluran radial tunggal yang dilengkapi dengan LBS/AVS sebagai saklar interkoneksi. Biasanya digunakan untuk daerah dengan kepadatan beban tinggi dan tidak menuntut keandalan yang terlalu tinggi.

2.1.1        B. Distribusi Sekunder
Distribusi sekunder adalah jaringan daya listrik yang termasuk dalam kategori tegangan rendah (sistem 380/220 Volt), yaitu rating yang sama dengan tegangan peralatan yang digunakan oleh pelanggan. Jaringan distribusi sekunder bermula dari sisi sekunder trafo distribusi dan berakhir hingga ke alat ukur (meteran) pelanggan. Pada sistem distribusi sekunder bentuk saluran umumnya digunakan sistem radial. Sistem ini bisa menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi.
Bila dilihat dari cara penyaluran, jumlah kawat dan besar tegangan, distribusi tegangan AC dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
·         Sistem satu phasa dua kawat 120 Volt
·         Sistem satu phasa tiga kawat 120/240 Volt
·         Sistem tiga phasa empat kawat 120/208 Volt
·          Sistem tiga phasa empat kawat 120/240 Volt
·         Sistem tiga phasa tiga kawat 240 Volt
·         Sistem tiga phasa tiga kawat 480 Volt
·         Sistem tiga phssa empat kawat 240/416 Volt
·         Sistem tiga phasa empat kawat 265/460 Volt
·         Sistem tiga phssa empat kawat 220/380 Volt
Di Indonesia, sistem distribusi yang digunakan adalah sistem tiga phasa empat kawat, dengan tegangan 220/380 volt.

C. Jenis-Jenis Saluran Distribusi
Berdasarkan pemasangannya, saluran distribusi dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Saluran udara (overhead)
Saluran udara merupakan salah satu cara penyaluran yang paling sering digunakan. Hal ini disebabkan karena saluran ini memilki banyak keuntungan, yaitu :
·  Lebih mudah dan cepat dalam menemukan dan perbaikan bila terjadi gangguan.
·   Biaya yang murah.
·     Tahan lama.
·  Lebih mudah untuk melayani pertumbuhan beban atau pengembangan sistem.
Pada saluran udara, arus mengalir melalui tahanan berupa resistansi dan reaktansi. Nilai dari tahanan berupa impedansi ini diperlukan untuk perhitungan jatuh tegangan, aliran daya, gangguan hubung singkat dan rugi-rugi (losses) saluran.

b.      Saluran bawah tanah (underground)
Saluran bawah tanah mulai dikembangkan saat segi keindahan lingkungan diperhitungkan. Walaupun dari segi biaya lebih mahal dibandingkan dengan jaringan transmisi udara, saluran bawah tanah tetap diaplikasikan mengingat keamanan yang lebih tinggi bagi lingkungan (khususnya di daerah perkotaan yang banyak terdapat bangunan-bangunan tinggi), dan adanya desakan masyarakat yang khawatirakan bahaya akibat berada di bawah medan listrik dan medan magnet yang ditimbulkan oleh saluran udara.
Keuntungan dari saluran bawah tanah adalah sebagai berikut:
·         Segi keindahan, di mana penghantar tidak terlihat langsung.
·         Segi keamanan, tidak mengalami gangguan oleh masyarakat.
·         Jatuh tegangan sangat kecil karena reaktansi saluran kecil.
Resistansi kabel merupakan bagian penting sebagai tahanan untuk perhitungan gangguan dan aliran daya. Nilai resistansi bertambah seiring naiknya temperatur kabel. Pada kabel bawah tanah, besarnya kapasitansi lebih besar bila dibandingan saluran udara.


Source :
Zuhal, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1995.
W. D. Stevenson, Analisa Sistem Tenaga Listrik, Edisi Keempat, Jakarta: Erlangga, 1983.